Ilustrasi |
Siapa yang tidak jengkel memiliki suami yang mudah marah atau temperamental? Apalagi kalau penyebab emosinya tidak kita ketahui. Sebagai istri, mau tidak mau kitalah orang pertama yang langsung merasakan dampaknya.
“Sewajarnya hubungan yang berkualitas adalah bisa saling menyenangkan, bukan saling menyakiti. Sifat cepat marah dan mudah tersinggung bisa jadi merupakan bagian dari kepribadian yang sudah terinternalisasi sejak lama, atau karena mekanisme tekanan atau situasi tertentu,” ungkap A. Kasandra Putranto, seorang psikolog dalam lansiran Wanita Indonesia.
Temperamen merupakan bagian dari kepribadian, belum tentu menandakan adanya gangguan kejiwaan. Meski memang ada gangguan kejiwaan yang memiliki ciri khas temperamental.
Umumnya orang yang temperamental memiliki toleransi yang rendah untuk menampilkan sikap abusive, baik secara verbal maupun non-verbal. Namun tergantung tingkat temperamennya, batasan normatif yang dimiliki dan pengendalian emosi. Mereka yang masih memiliki batasan normatif dan pengendalian emosi diperkirakan masih bisa bertahan pada kualitas yang tidak mencelakakan orang lain.
Orang yang temperamental, marahnya mudah meledak, hal ini bisa jadi tidak terlepas dari pola asuh yang diterimanya sewaktu kecil. Namun, faktor ini bukanlah satu-satunya. Tidak ada faktor tunggal mengapa seseorang menjadi temperamental.
Sabar, Kenali, dan Lakukan Trik Komunikasi
Ibarat air menembus batu karang, kekerasan harus dihadapi dengan kelembutan. Demikianlah tugas seorang istri ketika menghadapi suami yang temperamental. Istri mau tidak mau harus memberikan role model kesabaran, ketangguhan dan ketahanan mental yang luar biasa. Jadi, langkah pertama agar pernikahan tetap langgeng memang harus sabar. Kita tidak boleh tertular untuk jadi pemarah juga. Justru karena kita mencintainya, tentu kita ingin membantunya keluar dari sikap temperamental tersebut.
“Mencintai akan sangat susah bagi seseorang. Tapi bila dicintai dengan tulus dan sepenuh hati, cinta akan tumbuh di hati dengan sendirinya. Perasaan dan logika harus berjalan dengan imbang, agar dapat menemui titik atau benang merah dari suatu masalah tanpa adanya pertikaian yang menuju ke arah temperamen,” saran Kasandra.
Langkah berikutnya adalah kita harus belajar mengenali hal-hal yang sering memicu suami kita marah. Ada empat hal yang biasa menjadi pemicu pria tercinta kita mudah tersulut emosinya;
- Tegurannya pada suatu hal yang menurutnya penting, tidak kita pedulikan.
- Ketika kita mencurigai hal-hal yang tidak dilakukannya.
- Ketika kita selalu mengungkit-ungkit kesalahan kecil.
- Menyinggung masalah yang menyentil egonya.
Nah, jika faktor pemicu marahnya sudah kita kenali kita akan lebih mudah untuk mencegah amarahnya meledak. Namun, jika pun meledak juga, kita akan lebih mudah terkendali karena sudah mengerti kemana arah kegusarannya. Agar komunikasi dapat tetap berjalan lancar dan suasana tidak bertambah keruh, trik-trik komunikasi berikut dapat kita lakukan ketika menghadapi ledakan emosinya;
- Memberinya waktu yang cukup untuk meluapkan kekesalannya. Sekali lagi, berusahalah untuk tidak menanggapinya dengan kemarahan juga. Kita dapat menarik napas panjang sambil beristighfar dan berdoa. Ingatlah, kita yang berkewajiban untuk menjadi logis saat ini.
- Setelah emosinya mereda, jangan langsung membicarakan masalah yang membuatnya kesal. Beri dia waktu untuk bernapas.
- Bila suasana sudah tenang dan kita dapat sama-sama berpikir jernih, mulailah bicara.
- Usahakan jangan memaksakan diri untuk langsung menyelesaikan masalah dalam sekali perbincangan. Bila sudah cukup lelah, kita bisa melanjutkan esok hari. Tapi, jangan membiarkan masalah terlalu lama menggantung.
- Jika masalah berlarut dan komunikasi menjadi terhambat, jangan putus untuk berdo’a kepada Allah karena Dia-lah yang menggenggam hati.
Wallahu’alam.
Sumber : (esqiel/muslimahzone.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar