Tanpa uang sepeserpun, kapal mereka akan dilelang untuk bayar gaji.
VIVAnews - Ratusan ABK asal Indonesia terdampar di dua negara karena perusahaan yang mempekerjakan mereka bangkrut. Tanpa uang sepeserpun, para ABK ini kini dihidupi oleh perwakilan Republik Indonesia di negara tersebut.
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Indonesia, Tatang Razak, kepada VIVAnews, Senin 22 Oktober 2012, sudah tiga bulan ini sebanyak 163 ABK WNI terdampar di Trinidad dan Tobago dan 60 ABK WNI lainnya terdampar di Pantai Gading, Afrika.
Ratusan WNI tersebut bekerja untuk perusahaan penangkap ikan di Taiwan yang bangkrut. Para ABK ini sudah kehabisan uang, perusahaan tempat mereka bekerja belum membayar gaji dan tidak bisa memulangkan mereka ke tanah air.
"ABK di Trinidad dan Tobago tinggal di dalam kapal yang sudah tidak layak. Kami telah berkoordinasi dengan KBRI kami di Caracas, Venezuela, untuk memberikan biaya makan, yang jumlahnya puluhan ribu dolar setiap bulannya," kata Tatang.
Kapal mereka kini berada di tangan otoritas pelabuhan di Trinidad dan Tobago. Tatang menjelaskan bahwa gaji para ABK baru akan dibayarkan jika perahu tersebut laku dilelang di negara itu. "Kami telah mengirim tim ke sana untuk menentukan langkah yang diperlukan," kata Tatang.
Untuk pemulangan para ABK memerlukan banyak biaya. Tatang menegaskan bahwa perusahaan asal Taiwan tempat mereka bekerja dan agen penyalur mereka di tanah air harus bertanggungjawab. "Biayanya tidak sedikit, ratusan orang yang dipulangkan bisa mencapai Rp2,5 miliar," ujarnya.
Kemlu, kata dia, telah beberapa kali memanggil perwakilan agen penyalur itu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Dia menjelaskan, ini bukan kali pertama agen ini bermasalah. "Ini bukan pertama kali, agen penyalur ini di Indonesia harus di-black list," tegas Tatang. (sj)
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Indonesia, Tatang Razak, kepada VIVAnews, Senin 22 Oktober 2012, sudah tiga bulan ini sebanyak 163 ABK WNI terdampar di Trinidad dan Tobago dan 60 ABK WNI lainnya terdampar di Pantai Gading, Afrika.
Ratusan WNI tersebut bekerja untuk perusahaan penangkap ikan di Taiwan yang bangkrut. Para ABK ini sudah kehabisan uang, perusahaan tempat mereka bekerja belum membayar gaji dan tidak bisa memulangkan mereka ke tanah air.
"ABK di Trinidad dan Tobago tinggal di dalam kapal yang sudah tidak layak. Kami telah berkoordinasi dengan KBRI kami di Caracas, Venezuela, untuk memberikan biaya makan, yang jumlahnya puluhan ribu dolar setiap bulannya," kata Tatang.
Kapal mereka kini berada di tangan otoritas pelabuhan di Trinidad dan Tobago. Tatang menjelaskan bahwa gaji para ABK baru akan dibayarkan jika perahu tersebut laku dilelang di negara itu. "Kami telah mengirim tim ke sana untuk menentukan langkah yang diperlukan," kata Tatang.
Untuk pemulangan para ABK memerlukan banyak biaya. Tatang menegaskan bahwa perusahaan asal Taiwan tempat mereka bekerja dan agen penyalur mereka di tanah air harus bertanggungjawab. "Biayanya tidak sedikit, ratusan orang yang dipulangkan bisa mencapai Rp2,5 miliar," ujarnya.
Kemlu, kata dia, telah beberapa kali memanggil perwakilan agen penyalur itu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Dia menjelaskan, ini bukan kali pertama agen ini bermasalah. "Ini bukan pertama kali, agen penyalur ini di Indonesia harus di-black list," tegas Tatang. (sj)
© VIVA.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar